TUGAS 2 DAN 3

 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
 NOMOR 22 TAHUN 2009
 TENTANG
 LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
https://drive.google.com/file/d/17iLCuv5n6eUC5WIhPH6FfKOgKapZ6BGg/view?usp=drivesdk
 Sistem Transportasi
Pengertian Sistem transportasi
Sistem adalah gabungan beberapa komponen atau objek yang saling berkaitan. Dalam setiap organisasi sistem perubahan pada satu komponen dapat menyebabkan perubahan pada komponen lainnya. Dalam sistem mekanis komponen berhubungan secara „mekanis‟, misalnya komponen dalam mesin mobil. Dalam sistem „tidak mekanis‟, misalnya dalam interaksi sistem tata guna lahan dengan sistem jaringan transportasi, komponen yang ada tidak dapat berhubungan secara mekanis, akan tetapi perubahan pada salah satu komponen (sistem „kegiatan‟) dapat menyebabkan perubahan pada komponen lainnya (sistem „jaringan‟ dan sistem „pergerakan‟). Pada dasarnya, prinsip sistem „mekanis‟ sama saja dengan sistem „tidak-mekanis‟(Tamin,2000).
Sedangkan transportasi menurut Miro (2012) secara umum dapat diartikan sebagai usaha pemindahan atau pergerakan orang atau barang dari suatu lokasi yang disebut lokasi asal, ke lokasi lain yang bias disebut lokasi tujuan, untuk keperluan tertentu dengan mempergunakan alat tertentu pula. Dari pengertian ini tranportasi mempunyaii beberapa dimension seperti:
 Lokasi (asal dan tujuan)
 Alat (teknologi)
 Keperluan tertentu di lokasi tujuan seperti ekonomi sosial dan lain-lain

Kalau salah satu dari ketiga dimensi tersebut terlepas ataupun tidak ada, hal demikian tidak dapat disebut transportasi. Transportasi ini perlu untuk diperhatikan perencanaan. Tidak diperhatikannya perencanaan transportasi dapat mengakibatkan permasalahan pada transportasi di kemudian hari seperti kemacetan lalu lintan kecelakaan dan lain-lain. Inti dari permasalahan transportasi adalah pemakaian jalan yang over-capacity atau dengan kata lain adalah terlalu banyaknya kendaraan yang menggunakan jalan yang sama dalam waktu yang sama pula, oleh karena itu, menurut Tamin (2000) campur tangan manusia pada sistem transportasi (perencanaan transportasi sangat dibutuhkan ) seperti:
 mengubah teknologi transportasi
 mengubah teknologi informasi
 mengubah ciri kendaraan
 mengubah ciri ruas jalan
 mengubah konfigurasi jaringan transportasi
 mengubah kebijakan operasional dan organisasi
 mengubah kebijakan kelembagaan
 mengubah perilaku perjalanan
 mengubah pilihan kegiatan

Sistem transportasi makro
Untuk lebih memahami dan mendapatkan alternatif pemecahan masalah yang terbaik, perlu dilakukan pendekatan secara sistem transportasi dijelaskan dalam bentuk sistem transportasi makro yang terdiri dari beberapa sistem transportasi mikro. Sistem transportasi secara menyeluruh (makro) dapat dipecahkan menjadi beberapa sistem yang lebih kecil (mikro) yang masing-masing saling terkait dan saling mempengaruhi
Diagram Sistem transportasi makro
Sistem transportasi mikro tersebut terdiri dari: sistem kegiatan, sistem jaringan prasarana transportasi, sistem pergerakan lalu lintas dan sistem kelembagaan seperti kita ketahui, pergerakan lalu lintas timbul karena adanya proses pemenuhan kebutuhan. Kita perlu bergerak karena kebutuhan kita tidak bisa dipenuhi di tempat kita berada. Setiap tata guna lahan atau sistem kegiatan (sistem mikro yang pertama) mempunyai jenis kegiatan tertentu yang akan membangkitkan pergerakan dan akan menarik pergerakan dalam proses pemenuhan kebutuhan. Sistem tersebut merupakan sistem pola kegiatan tata guna lahan yang terdiri dari sistem pola kegiatan sosial, ekonomi, kebudayaan, dan lain-lain.
Kegiatan yang timbul dalam sistem ini membutuhkan pergerakan sebagai alat pemenuhan kebutuhan yang perlu dilakukan setiap hari yang tidak dapat dipenuhi oleh tata guna lahan tersebut. Besarnya pergerakan sangat berkaitan erat dengan jenis dan intensitas kegiatan yang dilakukan. Pergerakan yang berupa pergerakan manusia dan/atau barang tersebut jelas membutuhkan moda transportasi (sarana) dan media (prasarana) tempat moda transportasi tersebut bergerak.
Prasarana transportasi yang diperlukan merupakan sistem mikro yang kedua yang biasa dikenal dengan sistem jaringan yang meliputi sistem jaringan jalan raya, terminal bus, kereta api, bandara, dan pelabuhan laut. Interaksi antara sistem kegiatan dan sistem jaringan ini menghasilkan pergerakan manusia dan/atau barang dalam bentuk pergerakan kendaraan dan/atau orang (pejalan kaki). Suatu sistem mikro yang ketiga atau sistem pergerakan yang aman, cepat, nyaman, murah, handal, dan sesuai dengan lingkungannya dapat tercipta jika pergerakan tersebut diatur oleh sistem rekayasa dan manajemen lalu lintas yang baik. Permasalahan kemacetan yang sering terjadi di kota besar di Indonesia biasanya timbul karena kebutuhan akan transportasi lebih besar daripada prasarana transportasi yang tersedia, atau prasarana tersebut tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Sistem kegiatan, sistem jaringan, dan sistem pergerakan akan saling mempengaruhi Perubahan pada sistem kegiatan jelas akan mempengaruhi sistem jaringan melalui perubahan pada tingkat pelayanan pada sistem pergerakan. Begitu juga perubahan pada sistem jaringan akan dapat mempengaruhi sistem kegiatan melalui peningkatan mobilitas dan aksesibilitas dari sistem pergerakan tersebut.
Selain itu, sistem pergerakan memegang peranan penting dalam menampung pergerakan agar tercipta pergerakan yang lancar yang akhirnya juga pasti mempengaruhi kembali sistem kegiatan dan sistem jaringan yang ada dalam bentuk aksesibilitas dan mobilitas. Ketiga sistem mikro ini saling berinteraksi dalam sistem transportasi makro.
 Sistem tata guna lahan−transportasi
Seluruh kegiatan yang berlangsung pada lahan ini disebut sebagai tata guna lahan (TGL) yang berpotensi menimbulkan arus perjalanan. Arus perjalan yang efektif timbul dari suatu tata guna lahan (berasal dari suatu lokasi menuju ke lokasi lainnya) harus dilayani dengan dukungan aksesibilitas melelui penyediana sistem transportasi. Sistem transportasi perkotaan terdiri dari berbagai aktivitas seperti bekerja, sekolah, olahraga, belanja, dan bertamu yang berlangsung di atas sebidang tanah (kantor, pabrik, pertokoan, rumah, dan lain-lain). Potongan lahan ini biasa disebut tata guna lahan. Untuk memenuhi kebutuhannya, manusia melakukan perjalanan di antara tata guna lahan tersebut dengan menggunakan sistem jaringan transportasi (misalnya berjalan kaki atau naik bus). Hal ini menimbulkan pergerakan arus manusia, kendaraan, dan barang. Pergerakan arus manusia, kendaraan, dan barang mengakibatkan berbagai macam interaksi. Terdapat interaksi antara pekerja dan tempat mereka bekerja, antara ibu rumah tangga dan pasar, antara pelajar dan sekolah, dan antara pabrik dan lokasi bahan mentah serta pasar.
Beberapa interaksi dapat juga dilakukan dengan telepon atau surat (sangat menarik untuk diketahui bagaimana sistem telekomunikasi yang lebih murah dan lebih canggih dapat mempengaruhi kebutuhan lalu lintas di masa mendatang). Akan tetapi, hampir semua interaksi memerlukan perjalanan, dan oleh sebab itu menghasilkan pergerakan arus lalu lintas. Sasaran umum perencanaan transportasi adalah membuat interaksi tersebut menjadi semudah dan seefisien mungkin. Cara perencanaan transportasi untuk mencapai sasaran umum itu antara lain dengan menetapkan kebijakan tentang hal berikut ini.
a.Sistem kegiatan rencana tata guna lahan yang baik (lokasi toko, sekolah, perumahan, pekerjaan, dan lain-lain yang benar) dapat mengurangi kebutuhan akan perjalanan yang panjang sehingga membuat interaksi menjadi lebih mudah. Perencanaan tata guna lahan biasanya memerlukan waktu cukup lama dan tergantung pada badan pengelola yang berwewenang untuk melaksanakan rencana tata guna lahan tersebut.
b.Sistem jaringan hal yang dapat dilakukan misalnya meningkatkan kapasitas pelayanan prasarana yang ada: melebarkan jalan, menambah jaringan jalan baru, dan lain-lain.
c Sistem pergerakan hal yang dapat dilakukan antara lain mengatur teknik dan manajemen lalu lintas (jangka pendek), fasilitas angkutan umum yang lebih baik (jangka pendek dan menengah), atau pembangunan jalan (jangka panjang).
Sebaran geografis antara tata guna lahan (sistem kegiatan) serta kapasitas dan lokasi dari fasilitas transportasi (sistem jaringan) digabungkan untuk mendapatkan arus dan pola pergerakan lalulintas di daerah perkotaan (sistem pergerakan). Besarnya arus dan pola pergerakan lalu lintas sebuah kota dapat memberikan umpan-balik untuk menetapkan lokasi tata guna lahan yang tentu membutuhkan prasarana baru pula.
Menurut Miro (2012) meramalkan dan memperkirakan jumlah arus perjalanan yang berpotensi timbul dari suatu guna lahan dilakukan melalui konsep perencanaan transportasi 4 tahap yaitu:
 Bangkitan perjalanan
 Sebaran perjalanan
 Pilihan moda transportasi ynag akan digunakan
 Pilihan rute
 Transportasi perkotaan dan masalahnya
Permasalahan transportasi secara makro atau sistem terjadi karena tidak sejalannya antara perencanaan dan pengembangan kota berupa tata guna lahan dengan perencanaan dan pengembangan transportasi berupa pengadan sistem transportasi yang sesuai dengan arahan perkembangan kota tersebut. Dangan kata lain, permasalahan tersebut adalah tidak berimbangannya antara kebutuhan akan transportasi dengan penyediaan prasarana dan sarana transportasi.(Miro, 1997).
Kondisi tersebut akan mengakibatkan permasalahan transportasi yang sangat kritis seperti kemacetan lalu lintas yang disebabkan oleh tingginya tingkat urbanisasi, pertumbuhan ekonomi dan pemilikan kendaraan, serta berbaurnya peranan fungsi jalan arteri, kolektor, dan lokal sehingga jaringan jalan tidak dapat berfungsi secara efisien.
Ketidak lancaran arus lalu lintas ini menimbulkan biaya tambahan, tundaan, kemacetan, dan bertambahnya polusi udara dan suara. Pemerintah telah banyak melakukan usaha penanggulangan, di antaranya membangun jalan bebas hambatan, jalan tol, dan jalan lingkar. Setiap pemakai jalan diharuskan memilih rute yang tepat dalam perjalanan ke tempat tujuannya sehingga waktu tempuhnya minimum dan biayanya termurah (Tamin, 2000).
Selain itu menurut Tamin (2000), Permasalahan yang sama juga berlaku untuk pergerakan intrazona internal. Permasalahan timbul karena definisi pusat zona, yang menyebabkan pergerakan intrazona internal tidak akan pernah terbebankan ke sistem jaringan, sehingga pergerakan jenis ini selalu diabaikan dalam pemodelan transportasi.
Penyebabnya, karena pusat zona didefinisikan sebagai lokasi pergerakan dari zona awal dan lokasi pergerakan ke zona akhir. Jadi, pergerakan intrazona internal merupakan pergerakan yang (berdasarkan definisi) berasal dan berakhir pada lokasi yang sama. Hal inilah yang memnyebabkan permasalahan transportasi khususnya di daerah perkotaan. Dengan kata lain, permasalahan transportasi yang terjadi bukan disebabkan oleh pergerakan antarzona internal, tetapi oleh pergerakan intrazonal internal yang membebani sistem jaringan jalan. Semakin besar luas suatu zona, semakin besar pula persentase volume pergerakan intrazona internal yang sudah barang tentu akan semakin besar peluang kemacetan yang dapat ditimbulkannya.Selain itu, masih menurut Miro (1997), fenomena transportasi kota terletak pada kelompok moda angkutan umum (mass transit) yang dalam pengadaannya selalu terjadi perbenturan kepentingan dan pandangari dan berbagai pihak yang terlibat pada pengadaan mass transit tersebut. Adanya pembenturan kepentingan dan pandangan (inkoordinasi) berbagai pihak dalam mengadakan angkutan umum inilah yang akhirnya bermuara ke masalah pelik yang dihadapi oleh kota-kota besar yang sampai saat ini belum terpecahkan yaitu masalah kemacetan (congestion).
Adapun identifikasi permasaahan kemacetan yang diakibatkan oleh perbenturan kepentingan dan pandangan ini adalah seperti berikut (Miro, 1997).

  1.  Tidak seimbangnya pertumbuhan kendaraan dengan pertumbuhan kapasitas prasarana jalan raya terutama kendaraan pribadi. 
  2.  Pertuinbuhan penduduk dan arus urbanisasi yang deras. 
  3. Dana dan waktu terbatas. 
  4. Perbenturan kepentingan dan pandangan (lemahnya koordinasi) antar pihak dan instansi terkait. 
  5. Disiplin masyarakat rendah. 
  6.  Penegakkan hukum lemah. 


Salah satu hal yang penting pada lalu-lintas perkotaan adalah terdapatnya vanasi volume yang besar, entah kita melihatnya sepanjang hari atau di antara hari-hari dalam satu minggu. Untuk periode harian, lalu-lintas mencapai puncak kesibukan pada pagi dan malam hari dimana terdapat banyak perjalanan antara rumah dan tempat kerja (Morlok, 1985).

Transportasi Dimand Management (TDM)
 Definisi TDM
TDM (Transportasi Dimand Management) atau manajemen permintaan transportasi merupakan suaru strategi untuk memaksimalkan efisiensi sistem transportasi perkotaan melalui pembarasan penggunaan kendaraan pribadi dan mempromosikan moda transportasi yang lebih efektif, sehat dan ramah lingkungan. seperti angkutan umum dan transportasi tidak bermotor.
Untuk lebih memahami keuntungan secara ekonomi yang dihasilkan TDM. sangar penting unruk memahami transportasi sebagai suatu barang yang terdiri dan permintaan dan penyediaan (demand and supply). Dinas Perhubungan bertanggung jawab untuk merencanakan, membangun dan mengelola jaringan jalan dan layanan transportasi. serta pengaturan kendaraan. Kebijakan dan praktek perencanaan mereka biasanya didasarkan pada asumsi bahwa tujuan utamanya adalah untuk memaksimalkan penyediaan (supply agar volume lalu lintas dan kecepatan kendaraan bermotor dapat meningkat. Penyediaan (supply) relatif mudah diukur, yang biasanya ditunjukkan oleh jumlah kilometer perkerasan jalan. ruang parkir. pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor dan kilometer perjalanan kendaraan (VKT).
Permintaan (demand) transportasi lebih sulit diukur, karena hal tersebut serkait dengan kebutuhan dan keinginan mobilitas masyarakat, dan kebutuhan bisnis untuk pengangkutan barang. Saat ini juga kurang jelas siapa yang bertanggung jawab terhadap manajemen permintaan, karena keputusan tentang transportasi didasarkan pada berbagai macam faktor, mulai dari waktu hingga kenyamanan dan biaya. Upaya TDM mungkin saja dilaksanakan oleh dinas perhubungan baik kabupaten, propinsi maupun pusat, atau swasta untuk kebutuhan para pekerjanya.

Komentar